
TURKINESIA.NET – ISTANBUL. Twitter memberikan peringatan atas komentar Menteri Dalam Negeri Turki, Suleyman Soylu, di mana dia membela Ka’bah setelah sejumlah mahasiswa LGBT dari Universitas Boğaziçi Istanbul memajang gambar Ka’bah dengan bendera LGBT.
Dalam akun Twitternya, Menteri Dalam Negeri Turki ini menyebut pengunjuk rasa mahasiswa sebagai ‘penyimpangan LGBT’
“Haruskah kita mentolerir penyimpangan LGBT yang menghina Ka’bah yang agung? Tentu saja tidak, ” tulis Menteri Dalam Negeri Turki, Suleyman Soylu pada Selasa 2 Februari 2021 dalam akun Twitter-nya @suleymansoylu.
Cuitan Menteri Dalam Negeri Turki soal LGBT ini pun membuat Twitter memberikan peringatan langka pada komentarnya.
Twitter menyatakan cuitan Suleyman Soylu, serta cuitan lain yang menggunakan frasa yang sama, melanggar aturannya tentang ujaran kebencian.
Media sosial tersebut mengatakan tidak menghapus postingan itu karena ada potensi minat publik untuk membuatnya tetap dapat diakses.
Soylu mengejek keputusan Twitter dan melampirkan kicauan lainnya yang menyertakan sejumlah bintang di antara kata-kata tersebut, di mana dia meminta warga untuk mengikutinya di akun Telegram. Ia menggambarkannya “Twitter” sebagai “mempraktikkan permainan berbahaya.”
Suleyman Soylu mengatakan sebelumnya bahwa tugasnya adalah melindungi keluarga dari ‘penyimpangan LGBT’.
“Saya seorang mukmin, dan dalam keyakinan saya, ini menyimpang. Sebagai seorang Muslim, saya bertanggung jawab untuk mengatakan ini, untuk melindungi keluarga,” katanya.
Universitas Boğaziçi yang bergengsi di Istanbul yang menjadi tempat protes kekerasan bulan lalu, sekali lagi menjadi pusat keributan. Selama akhir pekan, empat orang ditahan saat mereka memajang gambar Ka’bah dengan bendera LGBT.
Pada hari Senin, sekelompok pengunjuk rasa mencoba menduduki kampus tetapi mendapat perlawanan dari pihak kepolisian. Seratus lima puluh sembilan orang ditahan. Polisi pada hari Selasa mengumumkan bahwa 98 di antara mereka telah dibebaskan.
Pihak berwenang mengatakan mayoritas pengunjuk rasa tidak berafiliasi dengan universitas sementara Presiden Recep Tayyip Erdoğan telah menegaskan setelah protes bulan lalu bahwa beberapa kelompok teroris mengeksploitasi protes tersebut, untuk melakukan kerusuhan. Gubernur Istanbul pada hari Selasa mengumumkan bahwa hanya tujuh di antara 108 yang ditahan pada hari Senin adalah mahasiswa universitas sementara 15 lainnya sama sekali bukan mahasiswa. Sementara, lima puluh orang yang ditahan karena mencoba menduduki kantor rektor adalah mahasiswa universitas, kata gubernur.
Protes pertama pecah setelah profesor Melih Bulu ditunjuk oleh Erdogan sebagai rektor baru Universitas Boğaziçi, yang didirikan pada abad ke-19 sebagai Robert College – universitas Amerika pertama di luar Amerika Serikat. Meskipun presiden berwenang untuk menunjuk rektor ke universitas di negara itu, Bulu menghadapi reaksi yang belum pernah terjadi sebelumnya di Boğaziçi, yang telah menjadi tempat protes anti-pemerintah di masa lalu. Aturan tentang pengangkatan rektor oleh presiden mulai berlaku pada tahun 2016, dan sejak saat itu, seruan untuk diberlakukannya kembali praktik pemilihan rektor sebelumnya semakin meningkat. Saat ini, Dewan Pendidikan Tinggi (YÖK) mengawasi pemilihan tiga calon rektor dan menyerahkannya kepada presiden untuk disetujui salah satu dari tiga calon tersebut.
Para pengunjuk rasa menentang penangkapan empat orang selama akhir pekan karena poster LGBT. Dua dari empat orang yang ditahan didakwa dengan tuduhan “menghasut kebencian” sementara yang lainnya menjalani tahanan rumah.
Menurut para pengunjuk rasa, rektor yang ditunjuk oleh Erdogan mempunyai hubungan dekat dengan Partai AK yang berhaluan Islam.
Dalam salah satu aksi, pengunjuk rasa memasang karya seni di lokasi yang menghadap kantor rektor pada Jumat (29/01). Karya seni itu menggambarkan Ka’bah di Mekkah dan gambar bendera pelangi LGBT.
Unjuk rasa itu disebut-sebut termasuk salah satu demonstrasi terbesar sejak 2013, ketika ratusan ribu orang berbaris menentang rencana pemerintah membangun replika barak Kesultanan Utsmaniyah (Ottoman) di Taman Gezi Istanbul.
Sumber: TR Agency, Daily Sabah, Pikiran Rakyat
Twitter menilai pandangan dan ajaran umat Islam dengan ideologi sekular. Tentu sangat tidak bijak. Sebagai aplikasi yang saat ini digunakan secara global, seharusnya Twitter memahami nilai-nilai moral yang beragam di dunia.