Tuesday, June 24, 2025
Islamophobia

Macron protes liputan media: Saya tidak akan ubah hukum kami karena mengejutkan di tempat lain

TURKINESIA.NET – PARIS. Presiden Prancis Emmanuel Macron telah menelepon koresponden New York Times untuk mengkritik liputan terkait sikap Prancis terhadap apa yang disebutnya “ekstremisme Islam”, yang dianggap Macron mengarah pada ‘melegitimasi’ tindak kererasan.

Dalam tulisan kolom itu, Smith menyebut Macron berargumen bahwa: “Media asing telah gagal memahami ‘laicite’ yang merupakan prinsip sekularisme di Prancis. Laicite menjadi pilar dari kebijakan dan masyarakat Prancis.

“Ketika Prancis diserang lima tahun lalu, setiap negara di dunia mendukung kami,” kata Macron kepada Ben Smith dalam komentar yang diterbitkan di kolom Minggu.

Pernyataannya merujuk pada serangan mematikan yang dilakukan dua pria terhadap Charlie Hebdo pada 2015 setelah menerbitkan karikatur pelecehan terhadap Nabi Muhammad.

“Sekarang, ada seorang guru yang dibantai, banyak orang dibantai. Tapi banyak belasungkawa yang malu-malu,” tambahnya, merujuk pada pembunuhan Patty pada 16 Oktober dan tiga orang di Nice pada 29 Oktober.

“Jadi ketika saya melihat, dalam konteks itu, beberapa surat kabar yang saya yakini berasal dari negara-negara yang berbagi nilai-nilai kita… ketika saya melihat mereka melegitimasi kekerasan ini, dan mengatakan bahwa inti masalahnya adalah bahwa Prancis itu rasis dan Islamofobia, maka saya katakan prinsip-prinsip dasar telah hilang,” kata Macron, menurut Agence France-Presse (AFP).

Dukungan domestik untuk ketegasan soal perlunya para imigran merangkul nilai-nilai Prancis semakin menguat dibanding sebelumnya, sejak majalah mingguan Charlie Hebdo menerbitkan ulang karikatur Nabi Muhammad pada bulan September, yang menimbulkan gelombang kemarahan di seluruh dunia Muslim.

Penerbitan ulang kartun tersebut menandai pembukaan persidangan terhadap orang-orang yang dituduh membantu dua pria yang melancarkan serangan mematikan terhadap Charlie Hebdo pada 2015.

Penerbitan ulang kartun mengejek Islam dan menghina Nabi Muhammad telah memprovokasi umat Islam di seluruh dunia. Karikatur Nabi Muhammad dianggap sebagai pelecehan dan dilarang dalam Alquran. Karikatur tersebut dipandang oleh Muslim sebagai  serangan dan Islamofobia karena dianggap menghubungkan Islam dengan “terorisme.”

Macron pada bulan Oktober menegaskan dia tidak akan mencegah penerbitan kartun dengan dalih kebebasan berekspresi.

Setelah publikasi ulang, seorang guru bahasa Prancis dibunuh di Conflans-Sainte-Honorine, di luar Paris, oleh seorang remaja Chechnya setelah memamerkan kartun tersebut ke kelas tentang kebebasan berekspresi.

Serangan lain oleh seorang pria yang baru saja tiba dari Tunisia menewaskan tiga orang di sebuah gereja Nice, mendorong tanggapan yang lebih keras dari Macron terhadap apa yang disebutnya “separatisme Islamis.”

Saat memberikan penghormatan kepada guru yang terbunuh, Macron membela merek sekularisme Prancis yang ketat dan tradisi satirnya yang panjang. “Kami tidak akan mencegah kartun,” sumpahnya.

Dia mengulangi poinnya dalam sebuah wawancara dengan Le Grand Continent di mana dia menyatakan bahwa, terlepas dari rasa hormatnya terhadap budaya yang berbeda, “di sisi lain, kami memiliki pejabat politik dan agama dari bagian dunia Islam… Mereka berkata: Mereka harus mengubah hak ini. Masalah ini mengejutkan saya (…) Saya menghormati budaya dan peradaban,  tapi Saya tidak akan mengubah hukum kami karena hukum itu mengejutkan di tempat lain.”

“Pertarungan generasi kita di Eropa akan menjadi pertempuran untuk kebebasan kita,” kata Macron, menambahkan dia yakin mereka telah “dijungkirbalikkan”.

Dalam sebuah surat yang ditujukan kepada editor surat kabar Financial Time, Macron mengatakan surat kabar Inggris itu menuduhnya “menstigmatisasi Muslim Prancis untuk tujuan pemilihan dan menumbuhkan iklim ketakutan dan kecurigaan terhadap mereka.

“Saya tidak akan mengizinkan siapa pun untuk mengklaim bahwa Prancis atau pemerintahnya, mendorong rasisme terhadap Muslim,” ujar Macron seperti dikutip dari AFP, Kamis (4/11).

Sebuah artikel opini yang ditulis oleh seorang koresponden Financial Times yang diterbitkan Selasa menuduh bahwa kecaman Macron atas “separatisme Islam” berisiko mendorong “lingkungan yang tidak bersahabat” bagi Muslim Prancis.

Artikel itu kemudian dihapus dari situs web surat kabar itu dan diganti dengan pemberitahuan bahwa artikel itu “mengandung kesalahan faktual”.

Pandangan Macron telah dipertanyakan tidak hanya dalam aksi protes di negara-negara Muslim tetapi juga oleh surat kabar berbahasa Inggris dan entitas politik internasional.

Pernyataannya telah memicu kontroversi besar dan boikot barang-barang Prancis oleh banyak negara Muslim, termasuk Qatar, Yordania, Kuwait, Maroko, Iran, Bangladesh, Turki, dan Pakistan, seperti produk susu dan kosmetik.

Menurut data yang dikumpulkan oleh Anadolu Agency (AA), negara-negara berpenduduk mayoritas Muslim memainkan peran penting dalam perdagangan luar negeri Prancis. Prancis dikatakan telah melakukan ekspor senilai 45,8 miliar USD ke negara-negara Islam pada 2019, dengan impornya dari negara-negara ini mencapai 58 miliar USD.

Sumber: Daily Sabah English, Daily Sabah Arabic,

 

5 2 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Oldest
Newest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
0
Would love your thoughts, please comment.x
()
x