
TURKINESIA.NET – IDLIB. Seorang aktivis Suriah, yang menyaksikan serangan kimia rezim Bashar Assad di provinsi Hama, mengatakan warga masih berharap untuk mengadili rezim atas serangan-serangan di kota Ltamenah pada Maret 2017.
Mahmud Hamawi yang telah mengarsipkan serangan rezim Assad dan sekutunya sejak awal perang sipil, berbicara kepada Anadolu Agency (AA) menyusul laporan terkini yang dikeluarkan oleh Organisasi untuk Larangan Senjata Kimia (OPCW) yang mengkonfirmasi bahwa rezim Assad menggunakan sarin dan klorin dalam serangan udara di Ltamenah.
Kota Ltamenah menjadi target lebih dari 9.000 serangan udara oleh rezim dan Rusia, 3.500 di antaranya menggunakan bom barel, dan 18 menggunakan senjata kimia, menurut Hamawi.
“(Pada 25 Maret 2017) rumah sakit Ltamenah menjadi target serangan. Dua bom dijatuhkan di depan rumah sakit. Salah satunya tidak meledak. Yang lain berisi gas sarin. Bau gas mengelilingi rumah sakit, menewaskan ahli bedah Ali Darwish dan mempengaruhi lebih dari 20 warga sipil,” kata Hamawi.
Aktivis itu menunjukkan bahwa serangan kimia lain terjadi pada 30 Maret di Ltamenah selatan.
“Helikopter dan pesawat tempur rezim melancarkan serangan. Sebuah pesawat perang rezim SU-22 lepas landas dari bandara militer Shayrat di provinsi Homs dan menjatuhkan bom yang sarat dengan gas sarin. Pada awalnya, hanya 10-20 orang yang terkena dampak serangan itu. Kemudian jumlah ini mencapai 70, dan kemudian 100,” katanya.
Rezim Assad, kata Hamawi, masih belum bertanggung jawab. “Kami mempresentasikan bukti dan sampel tanah yang kami kumpulkan, banyak contoh, bukti, dan video dikirim ke otoritas terkait.”
“Kesaksian saksi mata telah dikirim ke OPCW,” katanya. “Orang-orang Ltamenah tidak putus harapan bahwa para penjahat dan pembunuh akan diadili.”
“Dewan Keamanan PBB bahkan belum dapat menerbitkan laporan kecaman tentang semua pembantaian terhadap warga sipil,” kata Hamawi.
Hamawi menyatakan bahwa sangat wajar bagi rezim Assad untuk menolak laporan OPCW. Menurutnya mereka telah membunuh lebih dari 1.500 warga sipil hanya di Ltamenah.
Laporan OPCW yang dirilis pada 8 April untuk pertama kalinya menyalahkan rezim Assad karena menggunakan senjata kimia di Ltamenah.
Investigasi dilakukan antara Juni 2019 dan Maret 2020, dengan fokus pada insiden di kota itu pada 24, 25 dan 30 Maret 2017.
Laporan dari OPCW mengatakan pilot angkatan udara rezim Suriah menerbangkan pesawat Sukhoi Su-22 dan sebuah helikopter telah menjatuhkan bom yang mengandung klorin beracun dan gas saraf sarin di desa Ltamenah di wilayah Hama pada Maret 2017.
Tim Investigasi dan Identifikasi OPCW (IIT), yang formasinya ditentang oleh Moskow dan Damaskus, mengatakan lebih dari 100 orang telah terkena dampak serangan yang dilakukan pada 24, 25 dan 30 Maret 2017.
Dikatakan bahwa Brigade ke-50 dari Divisi Udara ke-22 Angkatan Udara Suriah telah menjatuhkan bom M4000 yang mengandung sarin di kota itu, dan sebuah silinder yang mengandung klorin di sebuah rumah sakit.
“Operasi militer yang bersifat strategis karena tiga serangan ini hanya terjadi berdasarkan perintah dari tingkat tertinggi Angkatan Bersenjata Arab Suriah,” tambah laporan itu.
Ketua OPCW Fernando Arias mengatakan itu tergantung pada anggota pengawas, Sekretaris Jenderal PBB dan masyarakat internasional untuk mengambil tindakan apa pun yang mereka anggap perlu.
Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Mike Pompeo mengatakan temuan OPCW mengkonfirmasi bahwa Suriah terus menggunakan senjata kimia “dan sama sekali mengabaikan kehidupan manusia.”
Pada 2013, serangan kimia terhadap pinggiran kota Ghouta yang dikuasai oposisi di sekitar Damaskus menewaskan ratusan warga sipil, banyak dari mereka wanita dan anak-anak. Serangan itu merupakan penggunaan senjata kimia paling mematikan dalam beberapa dekade.
Suriah telah diterkurung dalam perang sipil yang ganas sejak awal 2011, ketika rezim Assad menindak demonstran dengan keganasan yang tak terduga.
Sejak itu, ratusan ribu orang diyakini telah terbunuh dan jutaan lainnya kehilangan tempat tinggal akibat konflik.
Sumber: Daily Sabah