
TURKINESIA.NET – ANKARA. Pasukan keamanan Turki menangkap 10 pensiunan laksamana angkatan laut terkait beredarnya “deklarasi” ancaman terhadap pemerintah.
Penangkapan tersebut merupakan bagian dari penyelidikan atas apa yang disebut “deklarasi” yang ditandatangani oleh 104 pensiunan laksamana angkatan laut.
Kantor Kejaksaan Ankara telah meluncurkan penyelidikan berdasarkan Pasal 316/1 KUHP Turki.
Dalam sebuah pernyataan, kantor kejaksaan mengatakan 10 tersangka ditahan untuk mencegah penghancuran barang bukti dan untuk menentukan tersangka lain yang terlibat dalam insiden tersebut, sementara empat tersangka lainnya tidak ditahan karena faktor usia tetapi diperintahkan untuk melapor ke Direktorat Kepolisian Ankara dalam tiga hari.
Para tersangka yang ditahan sebagai bagian dari operasi tersebut termasuk Ergun Mengi, Atilla Kezek, Alaettin Sevim, Ramazan Cem Gürdeniz, Nadir Hakan Eraydın, Bülent Olcay, Kadir Sağdıç, Türker Ertürk, Turgay Erdağ dan Ali Sadi Ünsal.
Gürdeniz dikenal sebagai salah satu pendiri doktrin maritim baru Turki yang dikenal sebagai “Tanah Air Biru.” Doktrin tersebut semakin kentara, terutama selama ketegangan antara Yunani dan Turki mengenai eksplorasi gas Ankara di Mediterania timur pada tahun lalu.
Turki, menurut Gurdeniz memiliki hak atas perbatasan maritim yang substansial termasuk perairan yang mengelilingi beberapa pulau Yunani.
Menurut Kantor Berita Demirören (DHA), tiga pertanyaan kritis akan ditujukan kepada pensiunan laksamana yang menandatangani deklarasi tersebut. Mereka akan ditanyai apakah mereka mengetahui pernyataan tersebut sedang disiapkan, apakah mereka mengetahui isi draf final dan apakah mereka tahu kapan deklarasi tersebut direncanakan untuk dirilis.
Deklarasi tersebut mendapat reaksi keras dari pemerintah dan publik yang mengklaim hal itu menyiratkan campur tangan dalam institusi demokrasi dan kemauan publik.
Setelah keputusan Turki bulan lalu untuk menarik diri dari Konvensi Istanbul dengan keputusan presiden, dipertanyakan apakah Turki juga dapat menarik diri dari perjanjian internasional lainnya dengan keputusan presiden.
Dalam sebuah wawancara TV saat menjawab pertanyaan dari presenter, Ketua Parlemen Mustafa Şentop yang juga seorang pengacara konstitusional, mengatakan bahwa secara teknis hal itu dimungkinkan. Saat itu, Sentop menyebut tentang Konvensi Montreux.
Usai diskusi tentang pernyataan Şentop, 103 pensiunan laksamana pada hari Sabtu merilis pernyataan dalam bentuk peringatan kepada pemerintah.
Persetujuan Ankara bulan lalu atas rencana mengembangkan kanal pengiriman di Istanbul, sebanding kanal Panama atau Suez, turut membuka perdebatan mengenai Konvensi Montreux 1936.
Kanal Istanbul (Kanal Istanbul) adalah yang paling ambisius dari apa yang oleh Presiden Recep Tayyip Erdogan disebut sebagai “proyek gila”.
Konvensi Montreux lantas menjadi sorotan, sebab perjanjian itu menyebut bahwa kapal sipil boleh lewat tanpa biaya melalui Selat Bosphorus dan Selat Dardanelles baik saat perang atau damai.
Konvensi Montreux Mengenai Rezim Selat adalah perjanjian tahun 1936 yang memberi Turki kendali atas Bosporus dan Dardanella serta mengatur transit kapal perang angkatan laut. Konvensi tersebut menjamin perjalanan bebas kapal sipil di masa damai dan membatasi perjalanan kapal angkatan laut yang bukan milik negara-negara Laut Hitam. Ditandatangani pada 20 Juli 1936, di Istana Montreux di Swiss, konvensi tersebut mengizinkan Turki untuk meremiliterisasi Dardanella. Perjanjian ini mulai berlaku pada 9 November 1936, dan terdaftar di Seri Perjanjian Liga Bangsa-Bangsa pada 11 Desember 1936. []