Turki kecam keras normalisasi hubungan Bahrain-Israel: Pukulan baru bagi perjuangan Palestina

TURKINESIA.NET – ANKARA. Turki pada hari Jumat mengecam keras perjanjian normalisasi untuk membangun hubungan diplomatik antara Bahrain dan Israel.
Kementerian Luar Negeri Turki mengatakan kesepakatan itu bertentangan dengan komitmen yang dibuat di bawah Prakarsa Perdamaian Arab dan Organisasi Kerja Sama Islam (OKI).
Menurut pejabat Turki, langkah tersebut akan memberikan pukulan baru bagi upaya untuk membela perjuangan Palestina dan selanjutnya akan mendorong Israel melanjutkan tindakan melanggar hukum terhadap warga Palestina.
“Kami prihatin dan mengutuk keras upaya Bahrain untuk membangun hubungan diplomatik dengan Israel,” kata Kemenlu dalam sebuah pernyataan.
Pihak berwenang Turki menekankan bahwa satu-satunya cara untuk mencapai perdamaian dan stabilitas abadi di Timur Tengah adalah melalui solusi yang adil dan komprehensif untuk masalah Palestina dalam kerangka hukum internasional dan resolusi PBB.
“(Normalisasi) Ini selanjutnya akan mendorong Israel untuk melanjutkan praktek tidak sah terhadap Palestina dan upayanya untuk menjajah Palestina secara permanen,” kata pernyataan kementerian itu.
Bahrain pada hari Jumat menyetujui menormalisasi hubungan dengan Israel. Keputusan itu menjadikan Bahrain sebagai negara Arab terbaru yang melakukan normalisasi sebagai bagian dari dorongan diplomatik yang lebih luas oleh Presiden AS Donald Trump dan pemerintahannya untuk lebih meringankan isolasi relatif negara Yahudi itu di Timur Tengah.
Setelah berbicara melalui telepon dengan Raja Bahrain Hamad bin Isa al-Khalifa dan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu, Donald Trump mencuit berita tersebut.
“Ini adalah terobosan bersejarah untuk perdamaian lebih lanjut di Timur Tengah,” kata AS, Bahrain, dan Israel dalam pernyataan bersama.
Keputusan pada hari pada Jumat itu menjadikan Bahrain negara Arab keempat yang mencapai kesepakatan dengan Israel. Sebelumnya, Mesir dan Yordania telah saling membuka kedutaan besar beberapa dekade lalu, disusul Uni Emirat Arab (UEA) pada Agustus 2020.
Sebuah pernyataan yang dikeluarkan atas nama kepemimpinan Palestina juga mengecam perjanjian itu sebagai pengkhianatan terhadap perjuangan Palestina.
“Pimpinan Palestina menolak langkah yang diambil oleh Kerajaan Bahrain dan menyerukannya untuk segera mundur dari itu karena kerusakan besar yang ditimbulkannya pada hak-hak nasional yang tidak dapat dicabut dari rakyat Palestina dan tindakan bersama Arab,” kata pernyataan itu.
Kementerian Luar Negeri Palestina mengatakan duta besar Palestina untuk Bahrain dipanggil pulang untuk konsultasi. Di Gaza, juru bicara Hamas Hazem Qassem mengatakan keputusan Bahrain untuk menormalisasi hubungan dengan Israel “merupakan kerugian besar bagi perjuangan Palestina dan mendukung pendudukan Israel.”
Sebelumnya, Netanyahu menyambut baik pengumuman Trump untuk menyelesaikan kesepakatan normalisasi antara Israel dan Bahrain.
Ini terjadi hampir sebulan setelah UEA dan Israel mengumumkan perjanjian yang ditengahi AS untuk menormalkan hubungan mereka, termasuk membuka kedutaan di wilayah masing-masing. Trump pada Januari mengumumkan rencana perdamaian Timur Tengah yang kontroversial yang dikenal sebagai “Kesepakatan Abad Ini”.
Sumber: Daily Sabah
Sejarah terulang lagi ketika Palestina terlepas dari kekuasaan kaum muslimin karena ada persengkongkolan oleh orang Arab yang merindukan kekuasaan di banding persaudaraan