
TURKINESIA.NET – KOLOM. Salah satu tugas ekstra penting seorang politisi di era demokrasi modern adalah soal skill komunikasi politik Karena ini bagian dari tatacara melaksanakan demokrasi dengan baik dan benar. Baik tataran individu, partai, bahkan negara.
Dalam skala individu, seseorang dituntut untuk mampu berkomunikasi dengan baik, menyampaikan sebuah pesan politik secara cermat,tepat,dan efektif.
Dalam skala partai, institusi politik ini harus mampu menangkap dan menyampaikan pesan secara efektif kepada semua stakeholdernya. Baik di internal maupun eksternal.
Dalam skala negara, jubir atau humas atau sekretaris negara punya tugas ekstra berat dalam mengkomumikasikan program program pemerintah kepada rakyat secara gamblang, clear, brief, dan tidak membingungkan publik.
Saya ingin menganalisa tatacara Komunikasi politik Presiden Turki dalam menghadapi perang besar di Libya.
Jika kita menganalisa detail tatacara Erdogan mengkomunikasikan sikapnya dalam perang Libya, ada beberapa poin penting, diantaranya:
- Legitimate Channel and Official Action.
Erdogan meminta Libya di bawah pemerintah GNA melakukan official request terlebih dahulu kepada Turki agar Ankara pun bisa memberikan official response. November 2019 pemerintah Libya mengajukan permintaan resmi ke Turki untuk membantu melawan Haftar.
Official Request bukan berarti mempersulit mekanisme bantuan, tapi ini penting agar Turki punya legitimasi yang kuat saat memutuskan turun terlibat di Libya dan dengan leluasa mensupplai segala yang dibutuhkan Libya GNA dalam perang.
Official Request ini sangat penting secara legal formal. Walaupun tanpa diminta secara resmi pun, Turki pasti mau membantu Libya.
Tapi dalam koridor negara dan Hubungan internasional, stempel resmi itu dibutuhkan terlebih dahulu karena ini transaksi antar negara bukan sekedar transaksi Erdogan-Sarraj.
Hal inilah yang tidak dilakukan oleh Mesir, Emirat, Rusia, Prancis, Dkk di Libya. Mereka semua masuk lewat jalur gelap untuk membantu seorang penjahat yang juga tak diakui secara hukum sah.
Hal ini juga yang membuat semua pendukung Haftar di Libya melakukan kesalahan fatal, dan Turki dengan cerdas memanfaatkan kesalahan fatal ini.
- Real Power Not Psy War.
Langkah ini terbukti sangat efektif, meskipun Erdogan tahu sedang menghadapi kekuatan besar di Libya, tapi dia mampu mengukur nafas mereka.
Erdogan tidak banyak melakukan retorika di Libya seperti yang dilakukan UAE, Mesir Dkk., tapi lebih mengedepankan langkah nyata dengan terus mensupplai GNA segala peralatan militer canggih yang mampu menghambat laju semua negara pendukung Haftar.
- Lock the Deal.
Mengajak NATO masuk ke Libya dengan alasan kemanusiaan karena Haftar membantai sipil. Erdogan tahu NATO tidak akan menolak karena Turki sudah melangkah jauh di Libya. NATO tidak akan menolak disebabkan karena Erdogan mengajak NATO masuk setelah meyakinkan dulu dunia bahwa Haftar akan bisa dikalahkan.
Langkah ini berhasil dengan baik, NATO secara resmi mau mendukung pemerintah sah Libya bulan lalu lewat pengumuman resmi Sekjendnya Jens Stoltenberg.
- Total Advance.
Erdogan sama sekali tidak membuka peluang negosiasi dengan musuh, oleh sebab itu Turki sejak awal membuka peluang perang total melawan semua yang terlibat dalam mendukung Haftar saat tawaran di meja runding sempat dilecehkan lawan.
Erdogan mengerahkan sumber daya terbaik ke Libya untuk meyakinkan GNA bahwa Turki adalah kuat dan mampu berdiri kokoh dengan GNA menghadapi Haftar Dkk.
Determinasi Erdogan inilah yang kemudian membuat PM Libya al Sarraj menaikkan rasa percaya diri lalu mengumumkan tidak akan bernegosiasi lagi dengan Haftar.
- From Bollet to Bullet.
Sejak awal Turki masuk ke Libya, Erdogan sempat menawarkan solusi politik dan diplomasi kepada semua negara pendukung Haftar, tapi kala itu mereka cuek.
Cueknya Haftar atas proposal solusi diplomasi ini lalu dijadikan alasan Turki mengirim 5.000 pasukan dan intelijen ke Libya untuk menekan secara nyata di lapangan.
Sekali proposal ini diabaikan lawan, selamanya tawaran ini tidak dipilih lagi oleh Turki. From bollet total to bullet. Yang pada akhirnya membuat kaget semua pendukung Haftar dengan apa yang dilakukan Turki di lapangan.
Satu persatu negara pendukung Haftar angkat kaki dari Libya. Prancis pertama angkat kaki, kedua Rusia, dan ketiga Italia. Dan disamping Haftar saat ini hanya Emirat, Mesir, Arab Saudi, dan tentara bayaran dari sekitar tetangga Libya.
- National Interest.
Ini pilihan rasional dan sah bagi Turki. Karena membantu Libya bukan hanya mendapatkan keuntungan jangka pendek, tapi Turki mendapatkan keuntungan jangka panjang.
Di antara keuntungan jangka panjang yang diperoleh Turki jika nanti memenangkan perang di Libya antara lain: Turki akan menjadi investor utama di Libya pasca Haftar dalam hal Minyak, Gas dll.
PM Libya al Sarraj sudah meneken deal dengan Turki bahwa ladang ladang minyak dan gas dan lain-lain pasca Haftar akan banyak dikelola oleh perusahaan Turki. Begitu juga soal rekonstruksi Libya yang hancur pasca perang nanti akan di lakukan Turki dan sekutu Libya lain seperti Qatar, Tunisia dkk.
Keuntungan GeoPolitik dan GeoStrategis. Turki akan mendapatkan hak hak nya secara internasional untuk mengelola kawasan ekonomi eksklusif di laut mediteranian yang selama ini ditentang oleh Yunani, Mesir, Dkk.
Soal national interest ini yang menjadi fokus utama Erdogan di Ankara. Karena pada akhirnya, Libya akan menjadi sumber pemasukan baru yang sah dan halal bagi Turki baik secara ekonomi atau geopolitik yang akan menambah energi bagi Turki untuk terus menjadi negara besar.
Tengku Zulkifli Usman.
Pengamat Politik Internasional
Allahuakbar
Allahu akbar