
Tulisan berikut merupakan bantahan atas pernyataan Syekh Aidh Al Qarni tentang Erdogan dan Turki yang katanya merusak dunia Islam, budak sekularisme dan semacamnya.
Halaman berikut kami capture random dari buku “The Brotherhood: America’s Next Great Enemy, Eric Stakelbeck”, tapi isinya berurutan. Ini adalah track record sepak terjang Erdogan dan kelompok islamis Turki sekian tahun yang lalu. Buku ini sebenarnya membahas tentang Ikhwanul Muslimin [IM] dan kekhawatiran akan bangkitnya umat Islam seperti yang digagas kalangan IM. Penulis menganggap bahwa IM adalah musuh terbesar dan ancaman untuk kalangan barat dan tentunya bakal jadi musuh terberat buat Amerika.
***
Di buku terbitan 2014 ini, penulis mengungkapkan semacam kekhawatirannya atas ambisi Erdogan untuk melakukan islamisasi Turki sejak masih berkoalisi dengan kelompok Fethullah Gulen.
“Gulen menolak undangan Erdogan untuk kembali ke Turki, tetapi jika dia berubah pikiran dalam waktu dekat, segalanya akan menjadi sangat menarik. Namun, untuk saat ini, aliansi AKP / Gulenist bekerja dengan lancar, karena kedua faksi terus mendorong Turki untuk menjadi negara Islam yang diperintah oleh syariah – dengan pemikiran ambisi wilayah yang bahkan lebih besar.”
“Ambisi-ambisi itu dipelopori oleh Erdogan, yang saat menjabat sebagai walikota Istanbul pada tahun 1994, menyatakan, “Alhamdulillah, saya adalah pelayan syariah!” Dalam dekade itu, ditambah saat menjabat sebagai perdana menteri Turki, ia telah menepati janji mengerikan – dan kemudian beberapa [lainnya].”
“Dengan cara Ikhwanul Muslimin yang klasik dan bertahap. Erdogan telah berhasil menetralisir dan menyerang militer Turki dan “Deep State” hingga tingkat yang menakjubkan.”
Eric Stakelbeck beranggapan Erdogan lihai melakukan tipu daya dalam menjalankan misi islamisasinya.
“Erdogan yang licik, di sisi lain, tidak pernah mengalami perangkap seperti [di Mesir, red] itu; tanpa jenggot, dengan kumis yang dipangkas rapi, dan dibalut jas yang tertata apik, seperti Morsi dan para pemimpin IM [lainnya], Erdogan – terlihat sempurna di forum-forum bersama para pemimpin Barat. Dia adalah murid Necmettin Erbakan, bapak lslamisme modern Turki, yang menjabat sebagai perdana menteri Turki selama satu tahun sampai digulingkan oleh militer dalam kudeta 1997 atas ketakutan (beralasan) bahwa ia berusaha untuk menghancurkan warisan sekuler Turki.”
Di paragraph berikutnya, Erik melanjutkan “Erbakan berpengaruh dalam pengembangan dua partai politik, Partai Keselamatan Nasional (NSP) dan Refah (Kesejahteraan) yang terikat kuat dengan Ikhwanul Muslimin selama karir politiknya. [Karir Erdogan] Dimulai sebagai pemimpin kepemudaan untuk partai Erbakan [NSP] di awal tahun 1970-an, Erdogan disapih berdasarkan ideologi Ikhwan dan taktik terakhirnya yang menjelaskan tentang kesabaran, [merupakan] dorongan cerdas untuk syariah di Turki hari ini.” Sederhananya, dia belajar dari para master.”
“Dia juga belajar dari pengalaman pribadi. Erdogan dan lslamis Turki vokal lainnya di kantor Partai Refah ditangkap setelah kudeta 1997. Erdogan menjalani hukuman empat bulan penjara karena menghasut kebencian agama setelah ia membacakan sebuah puisi yang dibanggakan di depan umum. ‘Masjid-masjid adalah barak kami, kubah helm kami, menara bayonet kami dan Orang-orang beriman adalah tentara kami.’ Deklarasi itu dapat menjelaskan mengapa pemerintah Erdogan saat ini terlibat dalam hiruk-pikuk pembangunan masjid di seluruh Jerman dan Austria, kedua negara itu merupakan tempat tinggal populasi pendatang Turki yang besar.”
“Tidak sampai satu dekade setelah pembebasannya dari penjara, Erdogan sekali lagi mulai membuat pernyataan publik yang berani menunjukkan warna aslinya. Dia belajar, sama seperti saudara-saudara IM Mesir.”
Di halaman lain, Eric Stakelbeck mengungkapkan pandangan dan kekhawatiran beberapa pemimpin Arab atas sepak terjang Erdogan.
“Raja Yordania, Abdullah, mengungkapkan pandangan yang sama tentang Erdogan. Profil 2013 raja Yordania di majalah The Atlantic melaporkan bahwa ia ‘waspada’ terhadap Erdogan dan memandang Turki, bersama Mesir [di bawah pemerintahan Mursi], sebagai bagian dari “bulan sabit Ikhwanul Muslimin”. Menurut artikel itu, Abdullah dengan benar “melihat Erdogan sebagai versi yang lebih terkendali dan lebih cerdas dari Mohammed Morsi.”
“El-Erian, al-Assad, dan Abdullah bukanlah boneka. Meskipun masing-masing berasal dari sudut pandang ideologis yang sangat berbeda, mereka semua menyadari bahwa Erdogan adalah kekuatan yang harus diperhitungkan: seorang tokoh yang sangat populer di dunia Muslim yang, sebagai kepala negara anggota NATO, juga memiliki telinga para pemimpin Barat. Belum lagi Turki memiliki militer yang kuat, ekonomi yang tumbuh, dan sejarah panjang dan belum lama ini memimpin kekhalifahan.”
“Pada saat penulisan ini [kata Eric], Istanbul adalah finalis yang menjadi tuan rumah Olimpiade Musim Panas 2020 – tawaran yang jika berhasil, akan menjadikan Turki negara Muslim pertama yang menyelenggarakan Olimpiade.”
“Erdogan juga mengumumkan rencana untuk membangun masjid raksasa di Istanbul yang akan membanggakan menara tertinggi di dunia. Sejak ia mengambil alih kekuasaan pada tahun 2002, Turki telah menambahkan 17.000 masjid baru yang menakjubkan dan terus bertambah. Saat ini, Ataturk murka di kuburnya.” kata Eric, menyiratkan sekulerisme telah melemah di Turki.
Terkait revolusi “Musim Semi Arab” khususnya Suriah, penulis menilai bahwa Erdogan melihat potensi domino jatuhnya [para pemimpin] fasis Arab lainnya dalam perjalanan menuju kekhalifahan yang dihidupkan kembali.
Menurutnya, “Erdogan telah berada di garis depan dalam pendanaan dan mendukung pemberontak Islam Sunni terhadap rezim Assad di Suriah yang berdekatan. Ringkasnya, dia tampaknya ada di mana-mana akhir-akhir ini, dan “model AKP Turki” yang sabar, lslamisasi bertahap, dikombinasikan dengan apa yang disebut “zero problem”
****
Kira-kira beginilah pandangan para pengamat tentang Turki dan Erdogan. Adakah mereka disukai oleh pihak barat? Adakah mereka memperjuangkan sekularisme? Ya betul, Erdogan memang bersandiwara, beliau bersandiwara seakan dirinya setia dengan warisan Ataturk, padahal agenda yang sebenarnya seperti yang dikhawatirnya oleh pengamat barat.
- Baca juga: Kenapa Turki bergabung dengan NATO?
Jika tahun ini Erdogan dinobatkan sebagai figur pemimpin muslim paling berpengaruh, melihat rekapan dari buku ini bukanlah jadi suatu kejutan. Gejalanya, tanda-tandanya sudah ada bahkan dari belasan tahun lalu, berdasar apa kata para pengamat dan kekhawatiran para rival politiknya di kawasan. [FYS]